Sabtu, 24 Juli 2010

Mekanisme Harga & Pasar Dalam Islam

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Teori Harga dan Mekanisme Pasar
Pasar memegang peranan penting dalam perekonomian suatu bangsa. Kemajuan atau kemunduran perekonomian sangat bergantung kepada kondisi pasar. Pasar mempertemukan pihak penjual dan pembeli, untuk melakukan transaksi atas barang dan jasa (supply dan demand). Al-Ghozali dalam kitab Ihya’ menjelaskan tentang sebab timbulnya pasar “Dapat saja petani hidup dimana alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun, secara alami mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat saja terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat di satu pihak, dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah pasar…”
Keseimbangan dalam supply dan demand sangat dibutuhkan untuk menjaga kestabilan ekonomi. Surplus supply dapat merugikan produsen karena barangnya tidak terserap oleh pasar. Sebaliknya, demand berlebih tanpa diiringi produksi yang memadai akan mendorong peningkatan harga, dan bila terus berlanjut akan mengurangi kesejahteraan masyarakat sebagai konsumen. Great Depression 1930 an merupakan saksi sejarah bagaimana jumlah penawaran yang berlebih menjadi penyebab utama kelesuan ekonomi. Para produsen banyak yang gulung tikar, jutaan pekerja menganggur.
Menyadari urgensi pasar, banyak tokoh yang mencurahkan perhatiannya pada hal ini. Aliran merkantilis mencari keuntungan perdagangan melalui proteksi produk luar dengan pemberlakuan tariff impor yang mahal dan penjajahan terhadap Negara-negara lemah Asia- Afrika. Pada 1776, Adam Smith melalui karya fenomenalnya the Wealth of Nation, mengungkapkan bahwa sistem pasar yang paling tepat adalah mekanisme pasar bebas. Pemerintah tidak mempunyai wewenang untuk mengatur pasar. Biarkan pasar berjalan, dan akan ada suatu invisible Hand (tangan tak terlihat) yang mengarahkan pada keseimbangan (Mark Skousen).
Teori ini mendapat kritikan tajam dari Karl Max (Didin Damanhuri). Karl Max menyebutkan bahwa sistem liberal merupakan proses pemiskinan dan proletarisasi massa oleh kaum borjousi lewat transfer nilai surplus produksi (teori surplus values). Dalam karyanya, The communist Manifesto, ia memasukkan sepuluh program untuk mewujudkan keadilan ekonomi yang semuanya mengarah kepada sentralisasi property di tangan Negara dan kesetaraan seluruh warga negara.
Berbeda dengan pemikiran-pemikiran yang lain baik pemikiran liberal maupun pemikiran sosial. Islam memiliki pandangan dan pemikiran yang berbeda tentang mekanisme pasar. Pemikiran yang sebenarnya mendahului apa-apa yang telah diungkapkan oleh para pemikir barat. Pada masa itu, umat Islam menggapai kejayaan yang tidak pernah diraih oleh peradaban lain, masa keemasan yang dianggap sebagai “the Dark Age” oleh Barat.
Dalam makalah ini, tim penyusun akan memaparkan tentang Pasar yang tercermin dalam sub pembahasan tentang Teori Harga dan Mekanisme Pasar, sebuah ulasan tentang perspektif ekonomi konvensional dan perspektif Islam. Sebagai bagian dari tugas mata kuliah Ayat dan Hadist Ekonomi, tentunya dalam makalah ini akan dibahas tentang beberapa ayat Al Qur’an dan hadits yang mendasari tentang adanya Teori Penentuan harga dan Mekanisme Pasar.

I.2 Rumusan Masalah
1. Pandangan harga dan mekanisme pasar dari sudut pandang perspektif ekonomi konvensional?
2. Pandangan harga dan mekanisme pasar dari sudut pandang perspektif ekonomi islam?
3. Ayat dan Hadits yang melandasi pemikiran mengenai teori harga sekaligus mekanisme pasar?

I.3 Tujuan Penulisan
1. Membandingkan antara pemikiran konvensional dan islam mengenai teori harga maupun mekanisme pasar.
2. Mengetahui sejarah ayat dan hasits yang melandasi pemikiran teori harga dan mekanisme pasar.
























Bab II
PEMBAHASAN

II.1 Teori Harga dan Mekanisme Pasar - Perspektif Ekonomi Konvensional
Transaksi ekonomi pasar bekerja berdasarkan mekanisme harga. Agar transaksi memberikan keadilan bagi seluruh pelakunya maka harga juga harus mencerminkan keadilan. Dalam situasi normal, harga yang adil tercipta melalui mekanisme permintaan dan penawaran, dengan syarat mekanisme pasar dapat berjalan secara sempurna. Harga yang adil adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan (kedzaliman) sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya (Islahi, 1997, hal 101-102).
Oleh karena itu, untuk menganalisis mekanisme penentuan harga dan jumlah barang yang diperjualbelikan, secara serentak perlulah dianalisis permintaan dan penawaran terhadap suatu barang tertentu yang ada di pasar. Keadaan di suatu pasar dikatakan dalam seimbang atau equilibrium apabila jumlah yang ditawarkan para penjual pada suatau barang tertentu adalah sama dengan jumlah yang diminta para pembeli pada harga tersebut. Dengan demikian harga suatu barang dan jumlah barang yang diperjualbelikan dapat ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar.

II.1.a Teori Harga
Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena dengan harga perusahaan mampu menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa jasa maupun barang.
Ada 5 (lima) tujuan dalam penetapan harga, yaitu:
1. Mendapakan keuntungan sebesar-besarnya
Dengan menetapkan harga yang kompetitif maka perusahaan akan mendulang untung yang optimal.
2. Mempertahankan perusahaan
Dari marjin keuntungan yang didapat perusahaan akan digunakan untuk biaya operasional perusahaan. Contoh: untuk gaji karyawan.
3. Menginginkan ROI (Return on Invesment)
Perusahaan pasti menginginkan balik modal dari investasi yang ditanam pada perusahaan sehingga penetapan harga yang tepat akan mempercepat tercapainya modal kembali/ROI.
4. Menguasai pangsa pasar
Dengan menetapkan harga rendah dibandingkan produk pesaing, dapat mengalihkan perhatian konsumen dari produk kompetitor yang ada dipasaran.
5. Mempertahankan status quo
Ketika perusahaan memiliki pasar tersendiri, maka perlu adanya pengaturan harga yang tepat agar dapat tetap mempertahankan pangsa pasar yang ada.

II.1.b Hukum Permintaan dan Penawaran
Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan: makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. Mengapa bisa seperti itu? Alasan pertama, karena kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti barang yang mengalami kenaikan harga tersebut. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga. Alasan kedua, kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang. Pendapatan yang merosot tersebut memaksa para pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang dan terutama barang yang mengalami kenaikan harga. Sebaliknya, hukum penawaran dinyatakan bahwa makin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.
Dalam mempelajari mekanisme suatu pasar, tentunya tidak terlepas gambar dari kurva permintaan dan penawaran. Hal ini ditujukan agar kita mampu mengetahui atau membaca keinginan dan kebutuhan pasar secara keseluruhan.
Kurva penawaran menjelaskan bagaimana keinginan produsen untuk menjual barang pada berbagai tingkat harga. Bentuk kurva penawaran miring dari kiri bawah ke kanan atas menunjukkan bahwa semakin tinggi harga keinginan perusahaan untuk memproduksi dan menjual barangnya menjadi semakin meningkat. Kenaikan harga suatu barang akan memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan produksi. Dalam jangka pendek caranya adalah dengan mempekerjakan tenaga tambahan atau dengan menambah jam kerja, sedang dalam jangka panjang adalah dapat dilakukan dengan meluaskan skala pabrik. Tingginya harga juga akan menarik perusahaan perusahaan lain untuk masuk ke pasar sehingga jumlah penjual bertambah dan barang yang ditawarkan meningkat.
Sedangkan kurva permintaan menjelaskan bagaimana keinginan konsumen untuk membeli pada berbagai tingkat harga. Bentuk kurva permintaan miring ke kanan atas ke kiri bawah karena konsumen biasanya akan membeli lebih banyak jika harganya lebih murah. Jika suatu barang harganya turun menjadi lebih murah akan mendorong konsumen yang sudah membeli untuk membeli lebih banyak lagi dan konsumen yang semula tidak mampu membeli akan mulai membeli barang tersebut.

II.1.c Model Mekanisme Pasar dan Harga (asumsi Perekonomian Bebas)
Ada tiga asumsi dalam model mekanisme pasar dan harga dalam perekonomian bebas, yaitu:
1. Tidak ada intervensi pemerintah
2. Hukum permintaan dan penawaran berjalan secara simultan
3. Adanya otomatisme penyesuaian

Dalam perekonomian bebas dikenal istilah Laissez-Faire berarti tidak adanya intervensi pemerintah hingga timbul individualisme ekonomi dan kebebasan ekonomi. Laissez-Faire adalah suatu konsep pemikiran yang berasal dari kaum fisiokrat yang dapat diartikan sebagai seruan inti pada pemerintah agar pemerintah jangan turut campur tangan dalam kegiatan industri atau perniagaan. Kehidupan ekonomi harus dibiarkan bebas. Dengan adanya kebebasan akan menyebabkan timbulnya unsur persaingan/free competition yang sangat ketat. Namun perlu menjadi perhatian, yaitu jika free competition bila dibiarkan berkembang tanpa batas maka ia berkembang menjadi cut throat competition (persaingan saling membunuh) yang merupakan gejala yang oleh Charles Darwin dalam bukunya yang berjudul "The Origin of Species". Konsep yang dinamakan Survival of the Fittest. Dalam alam semesta ini manusia saling bersaing, yang kuat menang dan yang lemah kalah.

II.1.d Pandangan Pemikir Ekonomi Konvensional dan Sosial tentang Mekanisme Pasar
Ada beberapa pandangan mengenai mekanisme pasar dari beberapa pemikir ekonomi konvensional dan sosial, yaitu
1. Adam Smith dalam the wealth of Nation
Adam Smith menyatakan “Dengan cara mengarahkan produksi, hal ini dapat menggerakkan produksi yang mampu menghasilkan nilai yang paling besar, padahal dia hanya meniatkannya untuk keuntungan dirinya sendiri, dan yang demikian,,, digerakkan oleh tangan yang tak kentara yang mengarahkannya kepada batas yang tidak ia kehendaki.”
Secara singkat Smith mengungkapkan bahwa walaupun setiap orang mengerjakan sesuatu didasarkan kepada kepentingan pribadi, tetapi hasilnya akan lebih efektif dan selaras dengan tujuan masyarakat. Dampak aktivitas setiap individu dalam mengejar kepentingannya masing masing terhadap kemajuan masyarakat, justru lebih baik dibanding dengan tiap orang berusaha untuk memajukan masyarakat. Niat baik pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat seringkali berbanding terbalik dengan realita yang terjadi.
Smith menentang adanya pembatasan perdagangan. Usaha untuk menyeimbangkan perdagangan adalah “absurd”. Kebijakan mrkantilis hanya menghasilkan kemakmuran dan keunungan bagi produsen dan pemegang monopoli saja. Karena merkantilisme tidak menguntungkan konsumen, maka merkantilisme bersifat anti pertumbuhan dan dangkal. (Mark Skousen).
2. Marx dan Komunisme
Marx merupakan penentang keras dari mekanisme pasar bebas yang diungkapkan oleh Adam Smith. Ada tiga hal yang menjadi alasannya (Delliarnov):
a. Dalam ekonomi Laissez faire mendorong adanya surplus value dan penguasaan kekayaan oleh segelintir orang. Buruh diperas tenaganya dengan upah minimum.
b. Dalam psikologi. Menimbulkan adanya pertentangan antara kelas tuan tanah dan buruh.
c. Dalam sosial. Masyarakat terpecah menjadi kelas tuan tanah dan buruh.
Marx berusaha untuk menggeser system ini dengan cara revolusi. The communist manifesto memasukkan sepuluh program Marx dan Engels:
a. Penghapusan property tanah dan aplikasi semua sewa tanah demi tujuan public.
b. Pajak pendapatan yang progresif atau bertahap.
c. Penghapusan pendapatan yang progresif atau bertahap.
d. Penyitaan property dari semua emigrn dan pemberontak.
e. Sentralisasi kredit di tangan Negara dengan menggunakan bank nasional dengan modal Negara dan monopoli ekslusif.
f. Sentralisasi alat-alat komunikasi dan transportasi di tangan Negara.
g. Perluasan pabrik-pabrik dan alat-alat produksi milik Negara: menanami tanah yang mnganggur, dan meningkatkan kesuburan tanah secara umum sesuai dengan rencana bersama.
h. Kewajiban pabrik-pabrik dan alat-alat produksi milik Negara: menanami tanah yang mnganggur, dan meningkatkan kesuburan tanah secara umum sesuai dengan rencana bersama.
i. Kombinasi agrikultur dengan industri manufaktur, penghapusan bertahap perbedaan antaa kota dan desa, dengan distribusi yang lebih seimbang kepada seluruh penduduk negeri.
j. Pendidikan agrikultur dengan industri manufaktur, penghapusan bertahap perbedaan antaa kota dan desa, dengan distribusi yang lebih seimbang kepada seluruh penduduk negeri.

II.2 Teori Harga dan Mekanisme Pasar - Perspektif Ekonomi Islam
Dalam kaidah tentang muamalah, Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya.
Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli. Jual beli sendiri memiliki fungsi penting mengingat, jual beli merupakan salah satu aktifitas perekonomian yang “terakreditasi” dalam Islam.
Pentingnya pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli tidak hanya dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang terkait dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas, pasar menjadi rentan dengan sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang mendzalimi pihak lain. Karena peran pasar penting dan juga rentan dengan hal-hal yang dzalim, maka pasar tidak terlepas dengan sejumlah aturan syariat, yang antara lain terkait dengan pembentukan harga dan terjadinya transaksi di pasar. Dalam istilah lain dapat disebut sebagai mekanisme pasar menurut Islam dan intervensi pemerintah dalam pengendalian harga.
Lalu bagaimana sebenarnya pasar pada masa Rasulullah dan sahabat? Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:

1. PASAR PADA MASA RASULULLAH
Perekonomian masyarakat muslim pada masa Rasulullah saw merupakan perekonomian yang menjunjung tinggi mekanisme pasar. Rasulullah sendiri pada periode awal kerasulannya merupakan salah seorang pelaku pasar yang aktif dan kemudian tetap menjadi pengawas pasar yang cermat hingga akhir hayatnya.
Prinsip dasar yang dipakai dalam mekanisme pasar pada masa Rasulullah saw adalah prinsip pasar persaingan sempurna yang memiliki ciri-ciri yaitu terdapat banyak konsumen dan produsen sehingga masing-masing pedagang dapat bersaing secara sehat dan pembeli tidak membeli karena terpaksa, informasi antara produsen dan konsumen sama sehingga tidak ada distorsi informasi dalam pasar, barang yang diperdagangkan adalah homogen sehingga ada pilihan ketika tidak sesuai di satu tempat, penjual adalah price taker (penerima harga) sehingga pedagang tidak dapat mempermainkan harga dan yang terakhir free entry and exit sehingga siapapun dapat dengan bebas keluar ataupun masuk pasar karena tidak ada tekanan dan paksaan.

2. PASAR PADA MASA UMAR BIN KHATAB
Masa ketika Umar bin Khatab menjadi khalifah sangat terkenal sebagai masa dengan kondisi perekonomian yang sangat baik dan menjadi rujukan banyak pihak dalam pengaturan bidang ekonomi. Umar bin Khatab sangat ketat melakukan pengawasan terhadap rakyatnya dalam berbagai hal termasuk juga dalam hal perekonomian antara lain dengan cara hisbah dan pengawasan pasar. Dalam buku “Fikih Ekonomi Umar bin Khatab” karya DR Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi disebutkan pengawasan pasar dan aturan transaksi pada masa Umar bin Khatab antara lain:
a. Kebebasan keluar masuk pasar
b. Mengatur promosi dan propaganda
c. Larangan menimbun barang
d. Pengatur perantara perdagangan
e. Pengawasan harga
Sehingga mekanisme pasar yang terjadi pada saat itu hampir mendekati mekanisme pasar ideal menurut Islam.

Namun, bagaimana sebenarnya pandangan dan pemikiran para fuqaha terkait ekonomi dalam Islam khususnya tentang Penetapan Harga dan Mekanisme Pasar? Berikut ini adalah pandangan beberapa fuqaha tentang hal tersebut :

1. IBNU TAIMIYAH (1263 – 1328 H)
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyyah yang cukup signifikan adalah mengenai :
1. Kompensasi wajar ( just compensation )
2. Harga wajar ( just price )
3. Mekanisme pasar
4. Regulasi harga
5. Hak Kepemilikan
6. Konsep bunga dan uang
7. Kebijakan moneter
8. Kemitraan (partnership)
9. Peran Negara dan Keuangan Negara (public finance)
Pandangan tentang mekanisme pasar berfokus pada masalah pergerakan harga yang terjadi pada waktu itu, tetapi ia letakkan dalam kerangka mekanisme pasar. Secara umum beliau telah menunjukkan the beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme ekonomi), disamping segala kelemahannya.
Ibnu Taimiyah menyoroti mengenai mekanisme pasar yang dalam pandangannya bahwa: perubahan tingkat harga tidak selalu disebabkan adanya ketidakadilan (zulm/injustice) yang dilakukan seseorang tetapi seringkali timbul karena kurangnya produksi atau turunnya jumlah impor barang. Ia menunjukkan bahwa harga merupakan hasil interaksi hukum permintaan dan penawaran yang terbentuk karena berbagai faktor yang kompleks.
Oleh karena itu, jika permintaan terhadap barang-barang tersebut menaik sementara ketersediaannya/penawarannya menurun, maka harganya akan naik. Sebaliknya, jika ketersediaan barang-barang menaik dan permintaan terhadapnya menurun, maka harga barang tersebut akan turun juga. Kelangkaan (scarcity) dan keberlimpahan (abundance) barang mungkin bukan disebabkan oleh tindakan sebagian orang kadang-kadnag disebabkan karena tindakan yang tidak adil atau juga bukan. Hal itu adalah kehendak Allah yang menciptakan keinginan dalam hati manusia.
Kenaikan permintaan barang yang tidak diimbangi dengan kenaikan penawaran/produksi barang akan mendorong kenaikan harga barang. Sebaliknya, kenaikan persediaan/produksi barang yang diikuti dengan penurunan barang (scarcity) yang dalam khazanah ekonomi klasik merupakan pokok persoalan ekonomi, boleh tidak disebabkan oleh tindakan individu tertentu, tetapi bisa terjadi karena adanya ketidakadilan dalam kegiatan ekonomi. Selanjutnya dijelaskan bahwa supply barang berasal dari dua sumber yaitu lokal (domestik) dan impor. Jumlah supply barang dipengaruhi oleh jumlah persediaan barang yang ada sedangkan permintaan (demand) ditentukan oleh keinginan (desire) masyarakat dimana perndapatan (income) merupakan komponen utama yang mempengaruhi permintaan.
Sesungguhnya pernyataan Ibnu Taimiyah ini menunjukkan apa yang sekarang kita sebut sebagai fungsi permintaan dan penawaran, meskipun ia tidak menyebutnya secara eksplisit dalam istilah ini. Tetapi nampak jelas bahwa ia mengungkapkan semakin banyak barang yang diminta pada harga yang sama dan semakin sedikit barang yang ditawarkan pada harga yang sama atau pun sebaliknya maka harga akan berubah. Jadi di sini ia menggunakan perubahan permintaan dan penawaran sekaligus sebagai penentu harga yang dominan. Meskipun demikian, dampak permintaan dan penawaran secara individual terhadap harga (misalnya jika hanya permintaannya saja yang naik sementara penawaran tetap) juga dapat dipahami dari pernyataannya: “Jika masyarakat menjual barang – barangnya menurut cara yang umum diterima dengan tanpa kezaliman dan tingkat harga naik karena menurunnya penawaran barang (qillat al shai’) atau karena meningkatnya jumlah penduduk (kathrat al Khalq) kemudian karena kehendak Allah”.
Dalam kitab Fatawa nya menjelaskan secara faktual faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan menurut Ibnu Taimiyyah adalah sebagai berikut :
1. Permintaan masyarakat yang sangat bervariasi (people’s desire).
Perbedaan ini dipengaruhi oleh berlimpahnya atau langkanya barang yang diminta tersebut (al-matlub). Faktor ini tergantung pada jumlah barang yang tersedia, suatu barang akan semakin disukai jika jumlahnya relatif kecil (scarce) daripada yang banyak jumlahnya.
Kesimpulan:
Peranan ekspektasi terhadap permintaan, kemudian terhadap harganya à keinginan seseorang terhadap suatu barang dipengaruhi oleh ketersediaan barang tersebut. Jika ketersediaan suatu barang langka, maka masyarakat khawatir bahwa esok kemungkinan akan lebih langka sehingga mereka berusaha untuk meningkatkan permintaannya saat ini. Selanjutnya, harga juga akan meningkat jika jumlah orang yang meminta banyak, demikian pula sebaliknya. Hal ini menujukkan hubungan kuantitas yang diminta dengan tingkat harga.
2. Tergantung pada jumlah orang yang membutuhkan barang (consumer). Semakin banyak jumlah peminatnya, semakin tinggi nilai suatu barang
Kesimpulan :
Mengindikasikan pengaruh agregate demand terhadap harga
3. Semakin tinggi intensitasnya semakin tinggi nilai barang tersebut.
Kesimpulan :
Ditunjukkan bahwa barang yang amat dibutuhkan akan menimbulkan permintaan kuat terhadapnya sehingga harganya cenderung tinggi. Barang-barang seperti ini berarti tingkat substitusinya rendah
4. Dipengaruhi oleh kualitas konsumen (al-mu’awid). Jika konsumen adalah orang yang kaya dan dipercaya maka harga barang akan lebih murah bila dibandingkan dengan konsumen yang menunggak pembayaran
Kesimpulan :
Menunjukkan analisis transaksi kredit. Jika konsumen kaya dan kredibel maka kepastian pembayaran akan lebih tinggi sehingga harga akan lebih rendah jika keadaan konsumen adalah sebaliknya. Jika konsumen miskin dan tidak kredibel maka kemungkinan ia menunda atau mengingkari pembayaran akan lebih besar terjadi.
Jadi ia memasukkan premi resiko dalam komponen pembentuk harga. Semakin kredibel seorang konsumen, maka semakin rendah premi resikonya sehingga harganya juga lebih rendah, demikian sebaliknya
5. Dipengaruhi juga oleh jenis uang yang digunakan sebagai alat pembayaran. Jika menggunakan jenis mata uang yang umum dipakai (naqd ra’ij) atau hard currencies (mata uang kuat), maka harga relatif lebih murah dibandingkan menggunakan mata uang yang tidak umum. Dengan menggunakan hard currencies maka resiko instabilitas nilai uang akan lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan soft currencies, sehingga resiko kesalahan dalam bertransaksi bisa diperkecil. Pada masa itu di Damaskus mata uang dirham (perak) lebih umum diterima, sementara mata uang dinar (emas) tidak banyak dipakai sebagai uang
Dari uraian tersebut tampak bahwa secara faktual pendapat Ibnu Taimiyyah masih relevan dengan prinsip-prinsip ekonomi yang ada sekarang ini.
6. Hal diatas dapat terjadi karena tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan penjual dan pembeli. Jika pembeli memiliki kemampuan untuk membayar dan dapat memenuhi semua janjinya maka transaksi akan lebih mudah/lancar dibandingkan dengan pembeli yang tidak memiliki kemampuan membayar dan mengingkari janjinya.
Tingkat kemampuan dan kredibilitas pembeli berbeda-beda, dan hal ini berlaku baik bagi pembeli dan penjualnya, penyewa dan yg menyewakan dll. Obyek dari suatu transaksi kadang (secara fisik) nyata atau juga tidak. Tingkat harga barang yang lebih nyata (secara fisik) akan lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak nyata. Hal yang sama dapat diterapkan untuk pembeli yang kadang-kadang dapat membayar karena memiliki uang , tetapi kadang-kadang mereka tidak memiliki uang cash dan ingin meminjam. Harga pada kasus yang pertama kemungkinan lebih rendah dibandingkan kasus kedua.
Kesimpulan :
Adanya unsur premi resiko, dimana ia juga menyebutkan soal kepastian fisikal dari barang yang diperjualbelikan sebagai pembentuk harga. Jika barang yang ditransaksikan tidak jelas wujud fisiknya maka harga juga akan lebih tinggi sebab harus ada premi resiko yang lebih besar pula.
7. Kasus yang sama dapat diterapkan pada orang yang menyewakan suatu barang. Kemungkinan ia berada pada posisi sedemikian rupa sehingga penyewa dapat memperoleh manfaat dengan tanpa (tambahan) biaya apapun. Namun kadang - kadang penyewa tidak dapat memperoleh manfaat ini jika tanpa tambahan biaya, misalnya seperti yang terjadi di desa-desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok atau disuatu tempat diganggu oleh binatang-binatang pemangsa. Sebenarnya harga (sewa) tanah seperti itu tidaklah sama dengan harga tanah yang tidak membutuhkan biaya-biaya tambahan ini.
Kesimpulan :
Adanya additional cost. Jika terdapat biaya tambahan maka wajar jika harga lebih tinggi begitu pula sebaliknya.

Secara umum Ibnu Taimiyah menghargai arti penting harga yang terjadi karena mekanisme pasar yang bebas. Untuk itu secara umum ia menolak segala campur tangan untuk menekan atau menetapkan harga (price intervention) sehingga menggangu mekanisme yang bebas.
Sepanjang kenaikan atau penurunan permintaan dan penawaran disebabkan oleh faktor-faktor alamiah maka dilarang dilakukan intervensi harga. Intervensi hanya dibenarkan pada kasus-kasus spesifik dan dengan persyaratan yang spesifik pula, misalnya ikhtikar.
Topik yang menjadi kajian Ibnu Taimiyyah dalam bidang ekonomi, yaitu mengenai price control . Dimana dalam hal ini ada dua pendapat yang kontroversial, menurut Mazhab Hambali dan Syafi’i : negara tidak berhak untuk menetapkan harga. Sedangkan Mazhab Maliki dan Hanafi menyatakan bahwa negara berhak untuk melakukan price control dan menekankan perlu adanya kebijakan harga yang wajar (just price policy). Ibnu Taimiyyah melihat perbedaan pandangan tersebut terletak pada dua hal yaitu : pertama, terjadinya harga yang terlampau tinggi di pasar dan pelaku ekonomi mencoba menetapkan harga jauh lebih tinggi dari sewajarnya, maka situasi seperti ini harus dihentikan seperti pendapatnya Maliki. Kedua, adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang penetapan harga maksimum untuk dealers dalam kondisi normal jika meraka memenuhi kewajibannya.
Menyoroti perilaku Nabi yang menolak untuk menetapkan harga diartikan sebagai suatu kasus yang khusus dan bukan merupakan suatu aturan umum yang harus ditaati . Menurut Ibnu Taimiyyah harga barang naik disebabkan oleh kekuatan pasar bukan karena ketidaksempurnaan mekanisme harga. Dan lagi barang - barang yang dijual di Madinah adalah barang yang didatangkan dari luar (impor). Pengenaan price control hanya akan memperburuk situasi ekonomi. Ibnu Taimiyyah menekankan mengenai berjalannya mekanisme harga secara wajar dan menolak praktik monopoli dan kolusi.
Ada tujuh karakteristik perfect competitive free market yang dalam beberapa hal hampir sama dengan pendapat menurut Ibnu Taimiyyah, yaitu sebagai berikut :
1. Banyaknya penjual dan pembeli sehingga tak seorangpun dari mereka mampu mempengaruhi pasar
2. Semua penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar
3. Penjual dan pembeli memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai kondisi pasar, termasuk mengenai harga, kuantitas, kualitas barang yang ditransaksikan
4. Barang yang ditransaksikan relatif homogen sehingga tidak dapat dibedakan secara spesifik daru mana masing-masing barang tersebut dijual atau dibeli
5. Cost dan benefit yang diperoleh ditanggung sepenuhnya oleh mereka yang terlibat dalam transaksi, bukan oleh pihak eksternal
6. Semua pembeli dan penjual berusaha mengoptimalkan utilitas
7. Tidak ada pihak eksternal yang mengatur harga, kuantitas dan kualitas barang yang ditransaksikan di pasar.

Pada butir 2 dan 3 telah dikemukakan secara eksplisit oleh Ibnu Taimiyyah, sedangkan butir 7 agak berbeda dengan pendapat Ibnu Taimiyyah, karena ia berpendapat bahwa dalam kondisi tertentu intervensi pemerintah dimungkinkan untuk melakukan regulasi harga.

2. IMAM Al-GHAZALI (1058 – 1111 M )
Karyanya yaitu : Al-Ihya ‘Ulumuddin :
a. Barter dan permasalahannya
Secara alami orang terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat disatu pihak dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi pembeli sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah pasar.
Jika di pasar tidak ditemukan orang yang mau melakukan barter, maka ia akan menjual kepada pedagang dengan harga yang relatif murah untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan.
Kesulitan sistem barter (double coincidence) à untuk itu diperlukan pasar.
Kejadian ini akan berlanjut dalam skala yang lebih luas (mencakup banyak daerah/negara, kemudian masing-masing daerah/negara akan berspesialisasi menurut keunggulannya masing-masing serta melakukan pembagian kerja diantara mereka.
Orang-orang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat, makanan dan membawanya ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota, dimana tidak seluruh makanan dibutuhkan, sehingga menimbulkan kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat.
b. Pentingnya aktivitas perdagangan dan evolusi terjadinya pasar
Al Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa mencari keuntungan merupakan motif utama dalam perdagangan. Namun ia memberi penekanan pada etika dalam bisnis yang diturunkan dari nilai-nilai Islam.
Keuntungan yang sesungguhnya adalah keuntungan yang akan diperoleh di akhirat kelak.
Ia menyarankan adanya peran pemerintah dalam menjaga keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi.
c. Bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran dalam mempengaruhi harga
□ Pernyataan dia terkait kurva penawaran yang ber slope positif yaitu naik dari kiri bawah ke kanan atas :
“jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya maka ia akan menjual barangnya dengan harga yang lebih murah” (Ihya III, hal : 227)
□ Pernyataan dia terkait dengan kurva permintaan yang berlereng negatif : ”harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”
□ Pernyataan dia terkait elastisitas permintaan :
”Mengurangi margin keuntungan dengan menjual harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan”

Terkait dengan teori ekonomi konvensional yang menjelaskan bahwa bahwa barang kebutuhan pokok memiliki kurva permintaan yang inelastis, Al Ghazali menyarankan agar penjualan barang pokok tidak dibebani keuntungan yang besar agar tidak terlalu membebani masyarakat. Sesuai dengan pernyataanya : ”Karena makanan adalah kebutuhan pokok, perdagangan makanan harus seminimal mungkin didorong oleh motif mencari keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan yang besar. Keuntungan semacam ini seyogyanya dicari dari barang-barang yang bukan kebutuhan pokok”

Kajian ekonomi Al-Ghazali menyinggung mengenai masalah :
1. Timbangan
2. Pengawasan harga (intervensi pasar)
3. Penentuan pajak dalam kondisi darurat
4. Bagaimana bekerjanya mekanisme pasar melalui kekuatan permintaan dan penawaran dalam menentukan keseimbangan pasar.

Selain itu juga disinggung mengenai bagaimana mengatasi dampak kenaikan harga, apakah melalui mekanisme pasar atau melalui intervensi pemerintah. Para ekonom muslim memberikan formula dalam mengatasi masalah kenaikan harga dengan terlebih dahulu melihat akar permasalahannya. Pada masa pemerintah Umar bin Khatab pernah terjadi inflasi yang disebabkan karena gagal panen di daerah Hijaz sebagai sentra produksi gandum. Kebijakan yang diterapkan untuk mengatasinya melalui mekanisme pasar yaitu dengan menambah supply gandum maka diimporkan gandum daru Fuztadz Mesir sehingga harga kembali normal.
Namun, jika inflasi terjadi karena adanya distorsi pasar, misalnya praktek monopoli dan penimbunan pasar, maka solusi yuang diterapkan bukan dengan menggunakan mekanisme pasar, tetapi melalui intervensi pemerintah. Dalam kasus seperti ini Ibnu Tamiyyah jauh-jauh hari telah menyarankan, yaitu pemerintah perlu melakukan price intervention untuk mematahkan perilaku monopolis dan penimbunan barang. Berbeda dengan pandangan beberapa ekonomi konvensional tentang bentuk intervensi pemerintah dimana para ekonom konvensional menyarankan penetapan harga dilakukan pada tingkat harga maksimal (ceiling price) dan/atau pada harga minimal (floor price). Dalam hal ini Ibnu Taimiyyah berbeda pendapat bahwa intervensi harga yang dilakukan pemerintah yaitu pada harga keseimbangan awal (at the original price).
Apakah kebijakan ini bertentangan dengan hadist Nabi SAW mengenai masalah kenaikan harga di Madinah yaitu “Allah-lah yang menentukan harga. Allah-lah yang menentukan rizki dan Allah-lah yang menahan rizki”. Rupanya hadist Nabi inilah yang dikemudian hari memberikan inspirasi beberapa ekonom mengenai konsep bekerjanya mekanisme pasar oleh tangan yang tidak kentara (invisible hand). Kalau demikian apakah proposisi yang dikemukakan oleh Ibn Taymiyah mengenai price intervention bertolak belakang dengan maksud hadis Nabi di atas. Jawabannya tidak! Karena arah dan tujuan dari intervensi pemerintah yaitu agar supaya harga keseimbangan di pasar kembali pada posisi keseimbangan awal (equilibrium).
Pada fase kedua ini juga ditandai dengan berkembangnya diskursus mengenai fungsi uang. Sebagaimana diketahui bahwa mata uang yang dipakai pada masa pemerintahan Abbasiyah adalah mata uang dinar dan dirham (emas dan perak). Karena dinar dan dirham dalam praktek ekonomi di lapangan dinilai terlalu tinggi (overvalued) kemudian diciptakan mata uang yang terbuat dari tembaga disebut dengan “fulus”. Pada sistem mata uang emas dan perak nilai intrinsik sama dengan nilai nominalnya, maka pada mata uang dari tembaga nilai intrinsiknya jauh lebih rendah daripada nilai nominalnya. Muncullah kemudian diskusi mengenai bagaimana penerapan mata uang bukan emas dan perak tersebut.
Menurut Al-Ghazali bahwa tidak menjadi masalah penerapan mata uang bukan emas dan perah dengan catatan selama pemerintah mampu menjaga stabilitas mata uang tersebut sebagai alat pembayaran yang sah. Dalam salah satu tulisannya dia menyampaikan “Uang ibarat cermin, tidak berwarna namun dapat merefleksikan semua warna.”

3. IBN KHALDUN (1332 -1383 M)
Pemikirannya tentang pasar termuat dalam : Al-Muqadimah, terutama dalam bab ”Harga-harga di kota-kota” (Prices in towns).
Ia membagi barang-barang menjadi 2 kategori yaitu barang pokok dan barang mewah. Jika suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak, maka harga barang-barang pokok akan menurun sementara harga barang mewah akan menaik. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penawaran bahan pangan dan barang pokok lainnya sebab barang ini sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang sehingga pengadaannya akan diprioritaskan. Sementara itu harga barang mewah akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan peningkatan permintaan barang mewah ini.
Sebenarnya ia menjelaskan pengaruh permintaan dan penawaran terjadap tingkat harga. Secara lebih rinci ia juga menjelaskan pengaruh persaingan diantara para konsumen dan meningkatnya biaya-biaya akibat perpajakan dan pungutan-pungutan lain terhadap tingkat harga.
Ia juga mendeskripsikan pengaruh kenaikan dan penurunan penawaran terhadap tingkat harga. Ia menyatakan : ” Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun bila jarak antarkota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang ang diimpor sehingga ketersediaan barang-barang akan melimpah dan harga-harga akan turun”.
Pengaruh tinggi rendahnya tingkat keuntungan terhadap perilaku pasar, khususnya produsen, menurutnya : Tingkat keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sementara tingkat keuntungan yang terlalu rendah akan membuat lesu perdagangan. Para pedagang dan produsen lainnya akan kehilangan motivasi bertransaksi. Sebaliknya jika tingkat keuntungan terlalu tinggi perdagangan juga akan melemah sebab akan menurunkan tingkat permintaan konsumen.
Ia sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas, namun ia tidak mengajukan saran-saran kebijakan pemerintah untuk mengelola harga.
Ia lebih banyak memfokuskan kepada faktor-faktor yang mempengaruhi harga. Hal ini tentu saja berbeda dengan Ibnu Taimiyah yang dengan tegas menentang intervensi pemerintah sepanjang pasar berjalan dengan bebas dan normal. Dalam penentuan harga di pasar atas sebuah produksi, faktor yang sangat berpengaruh adalah permintaan dan penawaran. Ibnu Khaldun menekankan bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan menyebabkan kenaikan harga, demikian pula sebaliknya penurunan penawaran atau kenaikan permintaan akan menyebabkan penurunan harga. Penurunan harga yang sangat drastis akan merugikan pengrajin dan pedagang serta mendorong mereka keluar dari pasar, sedangkan kenaikan harga yang drastis akan menyusahkan konsumen. Harga “damai” dalam kasus seperti ini sangat diharapkan oleh kedua belah pihak, karena ia tidak saja memungkinkan para pedagang mendapatkan tingkat pengembalian yang ditolerir oleh pasar dan juga mampu menciptakan kegairahan pasar dengan meningkatkan penjualan untuk memperoleh tingkat keuntungan dan kemakmuran tertentu. Akan tetapi, harga yang rendah dibutuhkan pula, karena memberikan kelapangan bagi kaum miskin yang menjadi mayoritas dalam sebuah populasi. Dengan demikian, tingkat harga yang stabil dengan biaya hidup yang relatif rendah menjadi pilihan bagi masyarakat dengan sudut pandang pertumbuhan dan keadilan dalam perbandingan masa inflasi dan deflasi. Inflasi akan merusak keadilan, sedangkan deflasi mengurangi insentif dan efisiensi. Harga rendah untuk kebutuhan pokok seharusnya tidak dicapai melalui penetapan harga baku oleh negara karena hal itu akan merusak insentif bagi produksi. Faktor yang menetapkan penawaran, menurut Ibnu Khaldun, adalah : 1. Permintaan, 2. Tingkat keuntungan relatif, 3. Tingkat usaha manusia, 4. Besarnya tenaga buruh termasuk ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, 5. Ketenangan dan keamanan, dan 6. Kemampuan teknik serta perkembangan masyarakat secara keseluruhan. Jika harga turun dan menyebabkan kebangkrutan modal menjadi hilang, insentif untuk penawaran menurun, dan mendorong munculnya resesi, sehingga pedagang dan pengrajin menderita. Pada sisi lain, faktor-faktor yang menentukan permintaan adalah pendapatan, jumlah penduduk, kebiasaan dan adat istiadat masyarakat, serta pembangunan dan kemakmuran masyarakat secara umum. Menurut Ibnu Khaldun, seorang individu tidak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan ekonominya seorang diri, melainkan mereka harus bekerjasama dengan pembagian kerja dan spesialisasi. Apa yang dapat dipenuhi melalui kerjasama yang saling menguntungkan jauh lebih besar daripada apa yang dicapai oleh individu-individu secara sendirian. Dalam teori modern, pendapat ini mirip dengan teori comparative advantage. Negara merupakan faktor penting dalam produksi, yakni melalui pembelanjaannya yang akan mampu meningkatkan produksi dan melalui pajaknya akan dapat melemahkan produksi. Pemerintah akan membangun pasar terbesar untuk barang dan jasa yang merupakan sumber utama bagi semua pembangunan. Penurunan belanja negara tidak hanya menyebabkan kegiatan usaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan, tetapi juga mengakibatkan penurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar belanja pemerintah, semakin baik perekonomian karena belanja yang tinggi memungkinkan pemerintah untuk melakukan hal-hal yang dibutuhkan bagi penduduk dan menjamin stabilitas hukum, peraturan, dan politik. Oleh karena itu, untuk mempercepat pembangunan kota, pemerintah harus berada dekat dengan masyarakat dan mensubsidi modal bagi mereka seperti layaknya air sungai yang membuat hijau dan mengaliri tanah di sekitarnya, sementara di kejauhan segalanya tetap kering. Faktor terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin beban pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin keuntungan yang lebih besar (setelah pajak). Pajak dan bea cukai yang ringan akan membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih aktif berusaha sehingga bisnis akan mengalami kemajuan. Pajak yang rendah akan membawa kepuasan yang lebih besar bagi rakyat dan berdampak kepada penerimaan pajak yang meningkat secara total dari keseluruhan penghitungan pajak. Kemudian, dengan berlalunya waktu, kebutuhan-kebutuhan negara akan meningkat dan nilai pajak naik untuk meningkatkan hasil. Apabila kenaikan ini berlangsung perlahan-lahan rakyat akan terbiasa, namun pada akhirnya ada akibat kurang baik terhadap insentif sehingga aktivitas usaha mengalami kelesuhan dan penurunan, demikian pula terhadap hasil perpajakannya.Perekonomian yang makmur di awal suatu pemerintahan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih tinggi dari tarif pajak yang lebih rendah, sementara perekonomian yang mengalami depresi akan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih rendah dengan tarif yang lebih tinggi. Alasan terjadinya hal tersebut adalah rakyat yang mendapatkan perlakuan tidak adil dalam kemakmuran mereka akan mengurangi keinginan mereka untuk menghasilkan dan memperoleh kemakmuran. Apabila keinginan itu hilang, maka mereka akan berhenti bekerja karena semakin besar pembebanan maka akan semakin besar efek terhadap usaha mereka dalam berproduksi. Akhirnya, jika rakyat enggan menghasilkan dan bekerja, maka pasar akan mati dan kondisi rakyat akan semakin memburuk serta penerimaan pajak juga akan menurun. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun menganjurkan keadilan dalam perpajakan. Pajak yang adil sangat berpengaruh terhadap kemakmuran suatu negara. Kemakmuran cenderung bersirkulasi antara rakyat dan pemerintah, dari pemerintah ke rakyat, dan dari rakyat ke pemerintah, sehingga pemerintah tidak dapat menjauhkan belanja negara dari rakyat karena akan mengakibatkan rakyat menjauh dari pemerintah.Kontribusi Ibnu Khaldun dalam pengembangan ilmu pengetahuan cukup signifikan, namun sayang beliau lahir pada saat dunia Islam mulai mengalami kemunduran. 4. IBNU YUSUF (731-798 M)Prinsip dasar mekanisme pasar dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Abu Yusuf juga menyebutkan adanya variable-variabel lain penentu harga. Kemungkinan yang dimaksud adalah jumlah uang yang beredar, penimbunan atau penahanan suatu barang dan sebagainya.

II.2.a Bentuk-bentuk transaksi yang dilarang
Ada beberapa transaksi yang dilarang oleh Rasullah dalam pasar, karena hal ini mampu menggangu mekanisme statu pasar. Yaitu:
a. Takaran dan spefikasi barang yang diperdagangankan tidak jelas dan tidak terukur. Transaksi dengan cara ini seringkali hanya bersifat spekulatif. Beberapa model transaksi yang mengandung hal ini (pada saat itu) antara lain:
□ Hashah: Orang jahiliyah sering melakukan jual beli tanah yang tidak jelas luasnya. Untuk menentukan batas tanah tersebut, mereka melemparkan batu kecil ( hasha) dan tempat dima batu kecil itu terakhir berhenti akan menjadi batas dar tanah tersebut.
□ Dharbatul ghawwah: jual beli ini seringkali disebut sebagai “tebakan salam”, sebab orang-orang jahiliyah menentukan barang untuk diperjualbelikan berdasarkan hasil penyelaman.
□ Muzabanah: yaitu jual beli kurma yang masih dipohonnya dengan kurma.
b. Secara fisikal keadaan barang tidak nyata atau belum jelas keberadaannya, antara lain:
□ Habalul habalah: yaitu jula beli unta yang masih dalam kandungan/perut induknya.
□ Mukhadarah:jual beli ini sama dengan system ijon yang dikenal oleh masyarakat, yaitu jual beli kurma hijau yang belum Nampak mutu kebaikkannya.
□ Nitaj:dalam jual beli ini akad dilakukan dan harga ditentukan ketika barang belum benar-benar ada dan terukur, miaalnya membeli susu yang masih ada dalam kantung susu (mamae) onta/kambing/sapi.
□ Mulamasah:jual beli ini dilakukan dengan cara si pembeli menyentuh (melamas) baju salah seorang dari mereka (saling menyentuh) atau barangnya. Setelah itu jual beli akan dilaksanakantanpa diketahui keadaannya, mereka saling ridha.
c. Informasi yang diterima tidak lengkap dan atau tidak benar sehingga pembentukkan harga tidak berjalan dengan mekasisme sehat,antara lain:
□ Munazabah:dalam jual beli ini penjual dan pembeli saling mencela barang yang ada pada mereka dan hai ini dijadikan dasar jual beli, mereka saling tidak ridha.
□ An najasy: dalam jual beli ini penjual bersikap curang, misalnya: mengurangi takaran berat atau mutu.
□ Muhaqalah: yaitu jual beli makanan dengan takaran makanan yang dikenal.
□ Ghan al mustarsal: dalam transaksi ini penjual menipu pelaku baru/penjual lain yang baru dalam pasar yang kemungkinan belum menguasai seluk beluk pasar dengan baik. Jadi, terjadi penipuan sesama penjual yang mendasarkan pada pengusaan informasi.
d. Secara langsung menjual tidak dipasar dan tidak pada harga pasar, antara lain:akdlaa
□ Bai al-hadir lil badi: jenis transaksi ini mengandung pengertian bahwa para penjual atau pembeli melakukan monopoli atau monopsoni, atau eksploitasi, untuk permainan harga. Mereka berkolusi untuk menurunkan atau menaikkan harga diluar harga normal yang dijustifikasi oleh kondisi pasar.
□ Ikhtikar: yaitu mengambil keuntungan di atas tingkat normal dengan cara menjual sedikit untuk harga yang lebih tinggi.
□ Talaqqi rukhban: yaitu menyosong pedagang dipinggir kota sehingga mendapatkan harga yang lebih rendah daripada harga pasar.
□ Ghaban faa hisy: yang disebut dengan ghaban faa hisy adalah keadaan dimana penjual mengambil untung sangat tinggi diatas normal karena konsumen tidak memiliki pengetahuan memadai tentang barang-barang yang diperjualbelikan tersebut.






II.3 Al-Quran dan Al-Hadist tentang Teori Harga dan Mekanisme Pasar
Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect competition). Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame syari’ah. Dalam Islam, Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim minkum/mutual goodwill). Islam memiliki rambu-rambu dan aturan main yang dapat diterapkan di pasar dalam upaya menegakan kepentingan semua pihak, rambu dan aturan tersebut terdapat dalam Al-Quran dan Hadist. Berikut ini beberapa rambu dalam Al-Quran :

QS. Al-Furqon : 7
”Dan mereka berkata: "Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?”
QS Al-Furqan ayat 20 :
”Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.”
Menurut Jalaluddin As-Suyuthi, sebab turunnya surat Al-Furqan ayat 20 seperti yang diriwayatkan Al-Wahidi dari jalur Juwaibir dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas bahwa ketika kaum musyrikin menyindir Rasulullah miskin dengan mengatakan, “Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan-jalan di pasar?” Rasulullah merasa sedih. Maka turunlah ayat ini. Ibnu jarir meriwayatkan hal senada dari jalur Sa’id dan Ikrimah dari Ibnu Abbas.
Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir, dalam surat Al-Furqon ayat 7 Allah mengabarkan tentang penolakan dan pembangkangan orang-orang kafir serta pendustaan mereka terhadap kebenaran tanpa fakta dan dalil yang mereka ajukan. Mereka hanya beralasan dengan komentar: “Mengapa Rasul ini memakan makanan” seperti kita makan dan butuh seperti kita butuh, “dan berjalan di pasar-pasar” yaitu berlalu lalang didalamnya, guna mencarai usaha dan perdagangan, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya satu Malaikat agar Malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia” maksudnya agar menjadi saksi tentang kejujuran apa yang diserunya. Kemudian dalam ayat ke 20 dalam surat A-Furqan ini Allah mengabarkan tentang orang-orang yang diutus-Nya sebagai para Rasul yang terdahulu, bahwa mereka pun memakan makanan, membutuhkan gizi, berlalu-lalang dipasar untuk berusaha dan berniaga. Hal tersebut sama sekali tidak menghapuskan keadaan dan kedudukan mereka, karena Allah Ta’ala telah menjadikan bagi mereka perilaku yang terpuji, sifat-sifat yang mulia, ucapan-ucapan yang terhormat, sikap-sikap yang sempurna, kejadian-kejadian yang mengagumkan dan dalil-dalil yang jelas, sesuatu yang dapat dijadikan bukti oleh setiap orang yang berakal sehat dan bernurani lurus tentang kebenaran apa yang mereka bawa dari Allah.
Dalam hal ini, Rasulullah dengan segala kesempurnaan dan pangawasan yang Allah berikan kepadanya menjadikannya sebagai contoh dalam segala aspek kehidupan termasuk juga dalam bertransaksi di pasar yang menjadi rujukan dalam membentuk mekanisme pasar yang Islami, karena berdasarkan ayat ini Rasulullah juga merupakan pelaku pasar dengan aktivitasnya yang berlalu-lalang dipasar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga berniaga.
QS An Nisa’ ayat 29 :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.“

Dalam ayat ini ditekankan pada perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama-suka yang artinya tidak ada yang terdzalimi ketika dilakukan suatu transaksi atau perniagaan, sehingga memunculkan aturan-aturan yang disepakati kedua belah pihak. Kata لَكُمْأَمْوَا maksudnya adalah harta yang memberikan manfaat bersama bagi pembeli dan penjual yang berada di masyarakat merupakan harta “milik” manusia sekalian. Kata بَيْنَكُمْ merupakan ciri perniagaan yang menghimpun sesuatu diantara keduanya yaitu pembeli dan penjual.

Hal ini pun didukung dengan hadits-hadits. Diantaranya, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah mengeluarkan hadits dari Nabi SAW,
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
“Sesungguhnya jual beli itu atas prinsip saling rela”.

Dalam jual beli pun diperbolehkan adanya usaha untuk memilih (khiyar) yang terbaik dari dua pilihan yaitu antara melanjutkan jual beli atau membatalkannya, sebagaimana diatur dalam hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { إذَا تَبَايَعَ الرَّجُلَانِ ، فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعًا ، أَوْ يُخَيِّرُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ ، فَإِنْ خَيَّرَ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَتَبَايَعَا عَلَى ذَلِكَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ ، وَإِنْ تَفَرَّقَا بَعْدَ أَنْ تَبَايَعَا وَلَمْ يَتْرُكْ وَاحِدٌ مِنْهُمَا الْبَيْعَ فَقَدْ وَجَبَ الْبَيْعُ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ .
Dari Ibnu Umar ra, dari Rasulullah SAW bersabda, “Apabila dua orang melakukan jual beli, maka masing-masing dari keduanya memiliki hak khiyar (memilih antara membatalkan atau meneruskan jual beli) selama mereka belum berpisah atau masih bersama; atau jika salah seorang di antara keduanya menentukan khiyar kepada yang lainnya. Jika salah seorang menentukan khiyar pada yang lain, lalu mereka berjual beli atas dasar itu, maka jadilah jual beli itu. Jika mereka berpisah setelah melakukan jual beli dan masing-masing dari keduanya tidak mengurungkan jual beli, maka jadilah jual beli itu.” (Muttafaq Alaih, dan lafazh menurut riwayat Muslim).

Maksud dari hadits ini adalah apabila dua orang menetapkan adanya jual beli diantara mereka tanpa saling menawar maka masing-masing dari keduanya memiliki hak khiyar (memilih antara membatalkan atau meneruskan jual beli) selama mereka belum berpisah (yakni berpisah secara fisik) atau masih bersama atau selama salah seorang diantara keduanya tidak menentukan khiyar kepada yang lainnya (yaitu bila salah satu dari keduanya mensyaratkan adanya khiyar dalam tempo tertentu untuk meneruskan jual beli sebelum berpisah). Jika salah seorang menentukan khiyar pada yang lain, lalu mereka berjual beli atas dasar itu, maka jadilah jual beli itu (yakni terlaksana dan sempurna).

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { الْبَائِعُ وَالْمُبْتَاعُ بِالْخِيَارِ حَتَّى يَتَفَرَّقَا ، إلَّا أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ ، وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يُفَارِقَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ }

Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya ra bahwa Nabi SAW bersabda, “Penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar sebelum keduanya berpisah, kecuali telah ditetapkan khiyar dan masing-masing pihak tidak diperbolehkan pergi karena takut jual beli dibatalkan.”

وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ { : ذَكَرَ رَجُلٌ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يُخْدَعُ فِي الْبُيُوعِ فَقَالَ : إذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لَا خِلَابَةَ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

Ibnu Umar ra berkata, “Ada seseorang mengadu kepada Rasulullah SAW bahwa ia tertipu dalam jual beli. Lalu beliau bersabda, ”Jika engkau berjual beli, katakanlah, “Jangan melakukan tipu daya”. (Muttafaq Alaih).
Hadits ini sebagai dalil adanya hak pilih saat ditipu dalam jual beli.

Disamping itu, dikatakan bahwa pasar yang adil akan melahirkan harga yang wajar dan juga tingkat laba yang tidak berlebihan, sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh Allah SWT, sebagaimana ayat berikut :
QS Al Baqarah: 275 :
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Hal inipun didukung pula pada ayat:
QS. Al Qoshos: 77
“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah …”

Sedangkan konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Ar-Ridha
Adalah segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom contract). Hal ini sesuai dengan:
QS An Nisa’ ayat 29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Qs: Annisa’ 29)
2. Persaingan Sehat (Fair Competition)
Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika terjadi penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli dapat diartikan, setiap barang yang penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak.
3. Kejujuran (Honesty)
Kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam, sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara luas.
4. Keterbukaan (Tranparancy) dan Keadilan (Justice)
Prinsip ini adalah transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan yang sesungguhnya.

Lalu bagaimana Islam didalam memandang harga? Rasulullah sangat menghargai harga yang terbentuk oleh pasar yang dikatakan beliau sebagai harga yang adil dan menyuruh umatnya agar mematuhi harga pasar ini. Beliau menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga pada saat tingkat harga ketika itu di Madinah tiba-tiba naik. Sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan penawaran yang murni, yang tidak disertai dengan dorongan-dorongan monopolistik dan monopsonistik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar.
Dalam hal penetapan harga dalam mekanisme pasar islam berdasarkan pada hadits riwayat Imam Ahmad:

عَنْ أَنَسٍ قال : « غلا السّعر على عهد رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم ، فقالوا : يا رسول اللّه سعّر لنا ، فقال إنّ اللّه هو المسعّر القابض الباسط الرّازق وإنّي لأرجو أن ألقى ربّي وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دمٍ ولا مالٍ »

Diriwayatkan dari Anas bahwa ia mengatakan: Harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabat mengatakan: “Wahai Rasulullah, tentukanlah harga untuk kita!” Rasulullah SAW menjawab, “Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menyempitkan dan yang melapangkan rizki, dan aku sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezhaliman-pun dalam darah dan harta”.

Selain itu Imam Abu Daud meriwayatkan dari Abu Hurairah yang mengatakan:
جَاءَ رَجُلٌ إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ سَعِّرْ لَنَا فَقَالَ : بَلْ اُدْعُوا اللَّهَ ثُمَّ جَاءَ رَجُلٌ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ سَعِّرْ لَنَا فَقَالَ : بَلْ اللَّهُ يَرْفَعُ وَيَخْفِضُ ؛ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَتْ لِأَحَدِ عِنْدِي مَظْلِمَةٌ

Bahwa ada seorang laki-laki datang lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah saw tetapkanlah harga ini, beliau menjawab, ‘(Tidak) justru, biarkan saja’ kemudian beliau didatangi oleh laki-laki yang lain lalu mengatakan, ‘Wahai Rasulullah saw, tetapkanlah harga ini’, beliau menjawab, ‘(tidak) tetapi Allah-lah yang berhak menurunkan dan menaikkan.”

Hadis di atas maknanya, bahwa harga yang terbentuk di pasar merupakan hukum alam (sunnatullah), individu tidak dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi kekuatan Allah. Pelanggaran terhadap harga pasar, yaitu penetapan harga merupakan suatu ketidakadilan (zulm/injustice) yang akan dituntut pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
Ibnu Taimiyyah menafsirkan sabda Rasulullah saw tersebut merupakan kasus khusus yaitu harga naik karena kekuatan pasar dan bukan karena ketidaksempurnaan pasar. Dalam kasus terjadinya kekurangan, misalnya menurunkan penawaran berkaitan dengan menurunnya produksi, bukan karena kasus penjual menimbun atau menyembunyikan penawaran.

II.3.a Kaidah Fiqh dalam Mekanisme Pasar
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa penentuan harga tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Dalam konsep Islam, pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut. Keseimbangan pasar terjadi pada saat perpotongan antara kurva supply dan demand dalam keadaan ’an taraddim minkum (rela sama rela). Bila ada yang mengganggu keseimbangan ini, maka pemerintah harus melakukan intervensi ke pasar. Seperti firman Allah dalam:
QS An-Nisaa ayat 29 :
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Dalam hal harga, para ahli fiqh merumuskannya sebagai the price of the equivalent (istilah fiqihnya thaman al mithl). Konsep the price of the equivalen ini mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang kompetitif. Merupakan konsekuensi dari konsep tersebut, dalam ekonomi Islam, monopoli, duopoly, dan oligopoly dalam artian hanya ada satu penjual, dua penjual, atau beberapa penjual tidak dilarang keberadaannya, selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas keuntungan normal.

II.3.b Harga dan Persaingan Sempurna pada Pasar Islami
Harga dari sebuah komoditas baik barang maupun jasa ditentukan oleh kualitas dan kuantitas penawaran dan permintaan. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Anas Bahwasannya suatu hari terjadi kenaikan harga yang luar biasa di masa Rasulullah SAW, maka sahabat meminta nabi untuk menentukan harga pada saat itu, lalu nabi bersabda: Artinya, “Bahwa Allah adalah Dzat yang mencbut dan memberi sesuatu, Dzat yang memberi rezeki dan penentu harga..” (HR. Abu Daud).
Dari hadits itu, dapat disimpulkan bahwa pada waktu terjadi kenaikan harga, Rasulullah SAW meyakini adanya penyebab tertentu yang sifatnya darurat. Oleh karena itu, seasuatu yang bersifat darurat akan hilang seiring dengan hilangnya penyebab dari keadaan itu. Di lain pihak, Rasulullah juga meyakini bahwa harga akan kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama. Penetapan harga menurut Rasul merupakan suatu tindakan yang menzalimi kepentingan para pedagang, karena para pedagang di pasar akan merasa terpaksa untuk menjual barangnya sesuai dengan harga patokan, yang tentunya tidak sesuai dengan keridloannya.
Dengan demikian, pemerintah tidak mewakili wewenang untuk melakukan intervensi terhadap harga pasar dalam kondisi normal. Ibnu Taimiyah mengatakan, jika masyarakat melakukan transaksi jual beli dalam kondisi normal tanpa ada distorsi atau penganiayaan apapun dan terjadi perubahan harga karena sedikitnya penawaran atau banyaknya permintaan, maka ini merupakan kehendak Allah.
Harus diyakini bahwa intervensi terhadap pasar hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang darurat. Keadaan darurat disini dapat diartikan jika pasar tidak terjadi dalam keadaan sempurna, yaitu terdapat kondisi-kondisi yang menghalangi kompetisi secara fair (market failure). Beberapa contoh klasik dari kondisi market failure antara lain: informasi yang tidak simetris, biaya transaksi, kepastian institusional, masalah eksternalitas (termasuk pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan) serta masalah dalam distribusi. Jika kondisi demikian ini terjadi, maka akan terjadi pasar tidak sempurna atau disebut dengan istilah Market Imperfection.
Ada beberapa hal yang membuat statu pasar menjadi tidak sempurna, diantaranya adalah:
1. Kekuatan Pasar; yang memiliki kekuatan pasar dapat menentukan harga dan kuantitas keseimbangan.
2. Eksternalitas; aktivitas konsumsi/produksi yang mempengaruhi pihak lain, tidak tercermin di pasar.
3. Barang publik; non-exclusive and non-rival good in consumption.
4. Informasi tidak sempurna; menyebabkan inefisiensi dalam permintaan dan penawaran.
Dalam Islam, ketidaksempurnaan diatas diakui dan ditambahkan dengan beberapa faktor lain penyebab distorsi pasar atau disebut dengan Islamic Market Imperfection.
Disamping itu, terdapat beberapa perbuatan yang dilarang yang mampu menjadikan pasar tidak sempurna, yaitu:
1. Rekayasa Supply dan Demand
Rekayasa ini terbagi atas 2 perbuatan, yaitu:
a. Ba’i Najasy adalah produsen menyuruh pihak lain memuji produknya atau menawar dengan harga tinggi, sehingga orang akan terpengaruh.
b. Ikhtikar adalah mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menahan barang untuk tidak beredar di pasar supaya harga-nya naik.
2. Tadlis (Penipuan)
Ada 3 kegiatan yang masuk kedalam perbuatan ini, yaitu:
□ Tadlis Kuantitas
□ Tadlis Kualitas
□ Tadlis Harga
3. Ghaban Faa-hisy (menjual dengan harga diatas harga pasar)
4. Taghrir (Ketidakpastian)
Ada 4(empat) perbuatan atau kegiatan yang masuk dalam perbuatan ini, yaitu:
□ Taghrir Kuantitas
□ Taghrir Kualitas
□ Taghrir Harga
□ Taghrir Waktu Penyerahan
5. Predatory Pricing (menjual dengan harga dibawah harga pasar)
Jika 5 (lima) hal ini dilakukan akan menyebabkan pasar tidak sempurna atau terjadi kondisi yang tidak normal. Jika hal ini terjadi, maka intervensi pemerintah bisa dilakukan.
Lalu bagaimana intervensi pemerintah bisa dilakukan? Menurut Islam negara memiliki hak untuk melakukan intervensi dalam kegiatan ekonomi baik itu dalam bentuk pengawasan, pengaturan maupun pelaksanaan kegiatan ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh masyarakat. Intervensi harga oleh pemerintah bisa karena faktor alamiah maupun non alamiah. Pada umumnya intervensi pemerintah berupa intervensi kebijakan dalam regulasi yang berhubungan dengan permintaan dan penawaran dan intervensi dalam menentukan harga. Intervensi dengan cara membuat kebijakan yang dapat mempengaruhi dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran (market intervention) biasanya dikarenakan distorsi pasar karena faktor alamiah. Bila distorsi pasar terjadi karena faktor non almiah, maka kebijakan yang ditempuh salah satunya dengan dengan intervensi harga di pasar.
Dalam islam tidak hanya mengatur tentang mekanisme pasar, transaksi dan perdagangan, namun Islam juga menyediakan mekanisme pengawasan (pengawasan pasar) agar tercipta law enforcement terhadap aturan-aturan tersebut.lembaga yang bertugas dalam mengawasi pasar adalah Hisbah. Hisbah menurut Imam Mawardi dan Abu Ya’la Merupakan sistem untuk memerintahkan yang baik dan adil jika kebaikan dan keadilan secara nyata dilanggar atau tidak dihormati, selain itu lembaga ini juga melarang kemungkaran dan ketidakadilan ketika hal tersebut secara nyata sedang dilakukan. Hisbah mulai dilembagakan secara resmi pada masa pemerintahan Ummar bin Khattab dengan cara “menunjuk seorang perempuan untuk mengawasi pasar dari tindakan-tindakan penipuan”
Para intelektual muslim membagi pengawasan pasar ini dalam dua jenjang, yaitu internal yang berpusat dari pemahaman personal terhadap syari’at terkait dengan transaksi, perdagangan dan segala hal berkenaan dengan mekanisme pasar yang bersumber dari Al Qur’an, al Hadits dan pendapat para ulama. Sementara pengawasan secara eksternal dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga lainnya di luar diri para pelaku pasar.
Islam mengatur dan mengawasi pasar secara ketat. Salah satu lembaga yang semestinya dibentuk untuk mengawasi pasar menurut Islam adalah Hisbah. Meskipun demikian sebenarnya pengawasan dapat dilakukan oleh semua orang sebagaimana sabda Rasulullah SAW tentang perintah untuk menindak kemungkaran. Terkait dengan mencegah terjadinya kemungkaran ini salah satu wewenang lembaga hisbah adalah pencegahan penipuan di pasar, seperti masalah kecurangan dalam timbangan, ukuran maupun pencegahan penjualan barang yang rusak serta tindakan-tindakan yang merusak moral.
Landasan Hisbah sebagaimana diterapkan oleh Rasulullah adalah hadits yang menceritakan ketika Rasulullah melakukan inspeksi pasar dan menemukan pelanggaran di pasar karena meletakkan kurma yang basah di bawah di atas tumpukan kurma kering, sehingga dapat menutupi informasi bagi pembeli tentang kualitas kurma. Dari itu kemudian Rasulullah menegaskan bahwa praktek yang demikian adalah dilarang dalam Islam. Sementara dalam Al Qur’an dapat kita lihat pada Surat:
QS Ali Imran ayat 104 :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”






BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Ada beberapa pemikir ekonomi konvensional yang mencoba mendeskripsikan mengenai pasar maupun mekanisme harga di sebuah pasar. Diantara pemikir-pemikir ekonomi itu adalah Adam Smith. Adam Smith mengungkapkan bahwa walaupun setiap orang mengerjakan sesuatu didasarkan kepada kepentingan pribadi, tetapi hasilnya akan lebih efektif dan selaras dengan tujuan masyarakat. Dampak aktivitas setiap individu dalam mengejar kepentingannya masing masing terhadap kemajuan masyarakat, justru lebih baik dibanding dengan tiap orang berusaha untuk memajukan masyarakat. Niat baik pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat seringkali berbanding terbalik dengan realita yang terjadi.
Smith juga menentang adanya pembatasan perdagangan. Usaha untuk menyeimbangkan perdagangan adalah “absurd”. Kebijakan merkantilis hanya menghasilkan kemakmuran dan keunungan bagi produsen dan pemegang monopoli saja. Karena merkantilisme tidak menguntungkan konsumen, maka merkantilisme bersifat anti pertumbuhan dan dangkal. (Mark Skousen).
Disamping itu, Smith juga mengakatan bahwa mekanisme pasar akan terbnetuk dengan sendirinya karena di dalam pasar terdapat suatu tangan (invisible hand) yang mampu mengatur semuanya secara otomatis atau mengembalikan kembali pasar ke dalam keadaan yang stabil.
Sedangkan menurut ekonomi islam, mekanisme pasar adalah suatu sistem pasar yang didalamnya terdpat rambu-rambu dan aturan main yang diterapkan dalam suatu pasar dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak. Rambu-rambu dan aturan tersebut masuk atau terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadish.
Dari penjelasan sebelumnya, yang menjadi center point nya adalah bahwa regulasi pasar dalam islam adalah terjaganya hak dari semua pihak, baik pembeli maupun penjual. Untuk itu perlu penekanan bahwa aspek utama dalam sistem pasar ekonomi islam adalah aspek moralitas. Beberapa aspek itu menyangkut persoalan integritas, akuntabilitas, dan profesionalitas dalam setiap pelaksanaannya. Dan hal ini masih sangat relevan bila diterapkan dalam sistem perekonomian modern seperti saat ini.
Islam sangat menuntut untuk membentuk suatu pasar yang adil, dimana tidak ada yang di dzalimi didalamnya yaitu baik untuk penjual, maupun untuk pembelinya. Baik untuk produsen, supplier hingga baik untuk konsumennya. Oleh sebab itu, perbuatan-perbuatan yang akan membuat suatu pasar itu menjadi buruk atau tidak sempurna sangat dilarang dan hal itupun sudah termaktub dan dijelaskan baik di dalam al-Quran maupun al-Hadits.
Walau islam tidak menyetujui adanya intervensi pemerintah didalam suatu pasar, namun islam bukan melarang sama sekali pemerintah dalam mempengaruhi pasar. Karena pemerintah sangat dibutuhkan turut campurnya ketika pasar dalam kondisi yang tidak sempurna sehingga jika pemerintah tidak turut campur didalam keseimbangan pasar, maka akan berdampak pada keburukan baik keburukan untuk produsen, supplier maupun konsumen dan lebih luas lagi adalah keburukan untuk masyarakat suatu negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Dantar, Definisi atau Pengertian Pasar (Market). 245 Maret 2009. Aktivitas Blog.

Hafid, Mekanisme Pasar dan Regulasi Harga Menurut Ibnu Taimiyah. 4 Juni 2009. Aktivitasku Blog.

Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi. 1997. Bank Muamalat Indonesia dan Institute od Policy Studies Islamabad. Jakarta

M.B. Hendrie Anto. Pengantar Ekonomika Mikro Islami. 2003. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Ekonisia, Kampus Fakultas Ekonomi UII. Yogyakarta.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). Ekonomi Islam. 2008. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta

Prof Dr. H. Veithzal Rivai, MBA dan Ir. H. Andi Buchari, MM. Islamic Economics, Ekonomi Syariah bukan OPSI tetapi SOLUSI. 2009. Bumi Aksara. Jakarta

Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Ensiklopedia Ekonomi Islam. Sumber Website Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). Ekonomi Islam. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 2008. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

DR. Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi. Fikih Ekonomi Umar bin Khathab. Penerbit Khalifa. 2008. Jakarta.

Heri Sudarsono. Konsep Ekonomi Islam. Penerbit Ekonisia. 2004. Yogyakarta.

Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir. Pentahqiq Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh. Pustaka Imam Asy-Syafi’i. 2008. Bogor.

Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani. Subulus Salam, Syarah Bulughul Maram. Jilid 2. Darus Sunnah. 2009. Jakarta.

Jalaluddin As-Suyuthi. Sebab Turunnya Ayat Al-Quran. Gema Insani. 2008. Jakarta.